Rabu, 09 Februari 2011

Cinta dan Waktu

                Alkisah, di suatu pulau kecil, tinggallah benda-benda abstrak seperti cinta, kesedihan, kekayaan, kebahagiaan, dan sebagainya. Mereka hidup saling berdampingan dengan baik.
            Suatu ketika datang badai menghempas pulau kecil itu. Air laut tiba-tiba naik dan akan segera meneggelamkan pulau itu. Semua penghuni pulau itu cepat-cepat menyelamatkan diri. Cinta sangat kebingungan, sebab ia tidak dapat berenang dan tidak mempunyai perahu. Ia berdiri di tepi pantai untuk mencari pertolongan. Sementara itu, air semakin naik dan mulai membasahi kaki Cinta.
            Tak lama kemudian Cinta melihat Kekayaan sedang mengayuh perahu. “Kekayaan! Kekayaan! Tolong aku!” teriak Cinta. “Aduh, maaf Cinta, perahuku telah penuh dengan harta bendaku. Aku tidak dapat membawamu serta, nanti perahu ini tenggelam. Lagi pula tak ada tempat lagi bagimu di perahuku ini.”
            Lalu, Kekayaan cepat-cepat mengayuh perahunya pergi. Cinta sedih sekali, namun kemudian dilihatnya Kegembiraan lewat dengan perahunya. “Kegembiraan, tolong aku!” teriak Cinta. Namun, Kegembiraan terlalu bergembira menemukan perahu, sehingga ia tidak mendengar teriakan Cinta.
            Air semakin meninggi hingga membasahi pinggangnya, dan Cinta pun mulai panic. Tak lama kemudian, lewatlah Kecantikan. “Kecantikan, bawalah aku bersamamu,” teriak Cinta.
            “Wah Cinta, kamu basah dan kotor, aku tak bisa membawamu ikut. Nanti kamu mengotori perahuku ini.” Sahut Kecantikan.
            Cinta sedih sekali mendengarnya. Ia mulai menangis terisak-isak. Saat itulah lewat Kesedihan. “Oh Kesedihan, bawalah aku bersamamu,” kata Cinta.
            “Maaf Cinta, aku terlalu sedih, dan aku ingin sendirian saja …,” kata Kesedihan sambil terus mengayuh perahunya. Cinta sudah mulai putus asa. Ia melihat air semakin naik dan akn segera meneggelamkannya. Pada saat kritis itulah terdengar suara, “Cinta, mari segera naik perahuku.” Cinta menoleh ke suar itu dan melihat seorang tua dengan perahunya. Cepat-cepat ia naik perahu itu tepat sebelum air meneggelamkannya.
            Di pulau terdekat, orang tua itu menurunkan Cinta dan segera pergi lari. Pada saat itulah, Cinta baru sadar bahwa ia sama sekali tidak mengetahui siapa orang tua yang telah menyelamatkannya itu. Cinta segera menanyakan orang tua itu kepada penduduk tua di pulau, siapa sebenarnya orang tua itu.
            “Oh, orang tua tadi? Dia adalah Waktu,” kata orang-orang tersebut.
            “Tapi, kenapa ia menyelamatkanku? Aku tak mengenalnya. Bahkan, teman-teman yang mengenalku pun enggan untuk menolongku,” tanya Cinta heran.
            “Sebab, hanya waktulah yang tahu berapa nilai sesungguhnya dari cinta itu.”
                                                                                            Cita-cita karya M.Iqbal Dawami
                     
Cinta dan Waktu

                Alkisah, di suatu pulau kecil, tinggallah benda-benda abstrak seperti cinta, kesedihan, kekayaan, kebahagiaan, dan sebagainya. Mereka hidup saling berdampingan dengan baik.
            Suatu ketika datang badai menghempas pulau kecil itu. Air laut tiba-tiba naik dan akan segera meneggelamkan pulau itu. Semua penghuni pulau itu cepat-cepat menyelamatkan diri. Cinta sangat kebingungan, sebab ia tidak dapat berenang dan tidak mempunyai perahu. Ia berdiri di tepi pantai untuk mencari pertolongan. Sementara itu, air semakin naik dan mulai membasahi kaki Cinta.
            Tak lama kemudian Cinta melihat Kekayaan sedang mengayuh perahu. “Kekayaan! Kekayaan! Tolong aku!” teriak Cinta. “Aduh, maaf Cinta, perahuku telah penuh dengan harta bendaku. Aku tidak dapat membawamu serta, nanti perahu ini tenggelam. Lagi pula tak ada tempat lagi bagimu di perahuku ini.”
            Lalu, Kekayaan cepat-cepat mengayuh perahunya pergi. Cinta sedih sekali, namun kemudian dilihatnya Kegembiraan lewat dengan perahunya. “Kegembiraan, tolong aku!” teriak Cinta. Namun, Kegembiraan terlalu bergembira menemukan perahu, sehingga ia tidak mendengar teriakan Cinta.
            Air semakin meninggi hingga membasahi pinggangnya, dan Cinta pun mulai panic. Tak lama kemudian, lewatlah Kecantikan. “Kecantikan, bawalah aku bersamamu,” teriak Cinta.
            “Wah Cinta, kamu basah dan kotor, aku tak bisa membawamu ikut. Nanti kamu mengotori perahuku ini.” Sahut Kecantikan.
            Cinta sedih sekali mendengarnya. Ia mulai menangis terisak-isak. Saat itulah lewat Kesedihan. “Oh Kesedihan, bawalah aku bersamamu,” kata Cinta.
            “Maaf Cinta, aku terlalu sedih, dan aku ingin sendirian saja …,” kata Kesedihan sambil terus mengayuh perahunya. Cinta sudah mulai putus asa. Ia melihat air semakin naik dan akn segera meneggelamkannya. Pada saat kritis itulah terdengar suara, “Cinta, mari segera naik perahuku.” Cinta menoleh ke suar itu dan melihat seorang tua dengan perahunya. Cepat-cepat ia naik perahu itu tepat sebelum air meneggelamkannya.
            Di pulau terdekat, orang tua itu menurunkan Cinta dan segera pergi lari. Pada saat itulah, Cinta baru sadar bahwa ia sama sekali tidak mengetahui siapa orang tua yang telah menyelamatkannya itu. Cinta segera menanyakan orang tua itu kepada penduduk tua di pulau, siapa sebenarnya orang tua itu.
            “Oh, orang tua tadi? Dia adalah Waktu,” kata orang-orang tersebut.
            “Tapi, kenapa ia menyelamatkanku? Aku tak mengenalnya. Bahkan, teman-teman yang mengenalku pun enggan untuk menolongku,” tanya Cinta heran.
            “Sebab, hanya waktulah yang tahu berapa nilai sesungguhnya dari cinta itu.”
                                                                                            Cita-cita karya M.Iqbal Dawami